BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
Fikih Muamalat terdapat berbagai macam pembahasan yang menyangkut hal perbuatan
antara satu sama lain, yang diharapkan dari adanya fikih Muamalah ini adalah
agar mendapat kebaikan bersama dan saling mendapat keuntungan. Dalam
aplikasinya fikih muamalat ini terbagi menjadi berbagai macam pembahasan
terutama masalah penyaluran kebajikan untuk mendapat ridha Allah, dari yang
namanya sedekah, hibah, wakaf, dan lain-lain
Dalam
hal ini, karena banyaknya cabang dari fikih muamalat maka secara definisi dan
membedakan antara bidang satu dengan bidang lain sangat rumit. Oleh karenanya
dalam makalah ini akan membahas salah satu bagian fikih muamalat dalam
penyaluran kebajikan, yakni wakaf.
B.
Rumusan
Masalah
1. Mencari
pengertian Wakaf, yang di liat dari berbagai pandangan ulama?
2. Apa
hukumnya Wakaf, dan apa jaminan bagi Negara terhadap wakaf?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Mengetahui
pengertian wakaf secara terperinci.
2. Mengetahui
hukum wakaf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Wakaf
Menurut
bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis
(tertahan), dan al-man’u (mencegah).
Sedangkan
menurut istilah (syara’) yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang
terdefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1. Muhammad
al-Syarbini al-Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah:
“penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan disertai dengan kekalnya
zat benda dengan memutuskan (memotong) dalam penjagaannya atas mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.
2. Imam
Taqiy al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaeni dalam kitab Kifayat al-Akhyar,
berpendapat bahwa wakaf ialah: “ penahanan harta yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan dengan kekal benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan
dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.[1]
Dalam
merumuskan pengertian wakaf, para ulama fikih tidak memliki kata sepakat.
Menurut jumhur ulama, wakaf didedinisikan sebagai kegiatan penahanan harta yang
berkemungkinan bermanfaat oleh pemiliknya dengan membiarkan ‘ainnya tetap kekal
dan tidak dipindahmilikan kepada kaum kerabatnya atau kepada pihak lain. Ulama
Hanafiyah mengatakan wakaf adalah membiarkan harta, seseorang itu tetap menjadi
hak miliknya serta menyedekahkan manfaat harta itu untuk kebajikan, sedangkan
ulama Malikiah berpendapat bahwa wakaf adalah penahanan sesuatu hak milik
supaya ia tetap menjadi hak milik pihak yang berwakaf sambil menyedekahkan
hasil-hasilnya.
Terdapat
perbedaan rumusan tersebut pada dasarnya diakibatkan oleh pendapat
masing-masing tentang status wakaf dibelakang hari, yakni tentang apakah harta
itu akan bersifat tetap menjadi milik yang berwakaf atau bias dipindahkan hak
miliknya atau diwariskan. Namun demikian, terlepas dari bias atau tidaknya
harta wakaf ditarik kembali, definisi-definisi tersebut menunjukkan suatu
pandangan yang sama bahwa wakaf adalah penahanan pemindahan harta suatu hak
milik oleh pihak yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan hasil yang
bias diambil dari harta tersebut untuk kebajikan dalam rangka mencari keridhaan
Allah.[2]
B.
Dasar
Hukum Wakaf
Al
qur’an tidak pernah berbicara secara spesifik dan tegas tentang wakaf. Hanya
saja, karena wakaf itu merupakan salah satu bentuk kebajikan melalui harta
benda, maka para ulama pun memahami bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang
memerintahkan pemanfaatan harta untuk kebajikan juga mencakup kabajikan melalui
wakaf.[3]
Karena itu, didalam kitab-kitab fikih ditemukan pendapat yang mengatakan bahwa
dasar hukum wakaf disimpulkan dari beberapa ayat, seperti: dalam surat Al-Haj
ayat 77 :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qãè2ö$#
(#rßàfó$#ur
(#rßç6ôã$#ur
öNä3/u (#qè=yèøù$#ur
uöyø9$#
öNà6¯=yès9
cqßsÎ=øÿè? )
ÇÐÐÈ
Artinya
: Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah
kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan.
Dalam
ayat lain yaitu surat al-Imran ayat 92, Allah befirman:
`s9 (#qä9$oYs? §É9ø9$#
4Ó®Lym (#qà)ÏÿZè? $£JÏB
cq6ÏtéB 4 $tBur
(#qà)ÏÿZè?
`ÏB &äóÓx« ¨bÎ*sù ©!$# ¾ÏmÎ/
ÒOÎ=tæ
ÇÒËÈ
Artinya: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu
cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Para
ulama berpendapat bahwa hukum berwakaf itu dianjurkan oleh agama, sebab padanya
merupakan salah satu bentuk kebajikan , jadi salah satu bentuk melalui harta
ialah dengan jalan berwakaf, sebab orang lain akan mendapat manfaat dari harta
yang diwakafkan itu.
C.
Ketentuan-ketentuan
Wakaf
Menurut
Ahmad Azhar Basyir berdasarkan hadist yang berisi tentang wakaf Umar r.a. maka
diperoleh ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
1. Harta
wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain), baik
dijualbelikan, dihibahkan, maupun diwariskan.
2. Harta
wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3. Tujuan
wakaf harus jelas (terang) dan termasuk perbuatan baik menurut ajaran agama
Islam.
4. Harta
wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta
wakaf sekadar perlu dan tidak berlebihan.
5. Harta
wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama dan tidak musnah
sekali digunakan.[4]
D.
Rukun
dan Syarat Wakaf
Syarat-syarat
wakaf adalah sebagai berikut:
1. Wakaf
tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku selamanya,
tidak untuk waktu tertentu.
2. Tujuan
wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk mesjid dll. Namun,
apabila seseorang mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa menyebut tujuannya, hal
itu dipandang sah sebab penggunaan benda-benda wakaf tersebut menjadi wewenang
lembaga hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
3. Wakaf
harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan, tanpa
digantungkan peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan dating sebab
pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf
digantungkan dengan kematian yang mewakafkan, ini termasuk wasiat dan tidak
termasuk wakaf.
4. Wakaf
merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa ada hak khiyar (membatalkan
atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku
seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun
wakaf ialah:
1. Orang
yang berwakaf (wakif), syarat untuk orang yang berwakaf itu harus sudah baligh
(berakal secara sempurna), tidak dalam keadaan terpaksa atau dipaksa), pemilik
sah dari harta yang diwakafkan.
2. Harta
yang diwakafkan (mauquf), persyaratan benda wakaf adalah benda itu milik
sendiri (sah), tahan lama dan bias diambil manfaatnya, benda itu harus benda
yang boleh dimiliki dan dimanfaatkan, kadar benda yang diwakafkan tidak boleh
melebihi jumlah 1/3 harta yang berwakaf, sebab ini bisa merugikan pihak ahli
waris.
3. Tujuan
wakaf (mauquf alaih), untuk mencari keridhaan Allah, untuk meringankan atau
membantu seseorang.
4. Pernyataan
wakaf (shigat waqf).[5]
E.
Macam-macam
Wakaf
Menurut
para ulama secara umum wakaf dibagi menjadi dua bagian yaitu: wakaf ahli
(khusus), wakaf khairi. Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf
khusus. Maksudnya adalah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu,
seorang atau terbilang.
Wakaf
khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan-kepentingan
umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu. Wakaf khairi inilah yang
benar-benar sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan dalam ajaran
Islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal
dunia, selama harta masih dapat di ambil manfaatnya.[6]
F.
Syarat-syarat
Wakif
Dalam
wakaf terkadang wakif mensyaratkan sesuatu, baik satu maupun terbilang. Wakaf
dibolehkan menentukan syarat-syarat penggunaan harta wakaf, syarat-syarat
tersebut harus dihormati selama sejalan dengan ajaran agama Islam. Misalnya,
seseorang mewakafkan tanah untuk mendirikan pesantren khusus laki-laki, syarat
seperti itu harus dihormati.
Apabila
syarat-syarat penggunaan harta wakaf bertentangan dengan ajaran Islam, wakafnya
dipandang sah, tetapi syaratnya dipandang batal.
G.
Menukar
dan Menjual Harta Wakaf
Berdasarkan
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a. yang
menceritakan tentang wakaf Umar bahwa wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan
dihibahkan.
Seorang
ulama Mazhab Hambali yang dikenal dengan Ibnu Qudamah berpendapat bahwa apabila
harta wakaf mengalami rusak hingga tak dapat membawa manfaat sesuai dengan
tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian harga penjualannya dibelikan
benda-benda lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan wakaf dan
benda-benda yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula.
H.
Pengawasan
Harta Wakaf
Pada
dasarnya pengawasan harta wakaf merupakan hak wakif, tetapi wakif boleh
menyerahkan pengawasan kepada orang lain, baik lembaga mapun perorangan. Untuk
menjamin kelancaran masalah perwakafan, pemerintah berhak campur tangan dengan
mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur permasalahan wakaf termasuk
pengawasannya.
Untuk
pengawas wakaf yang sifatnya perorangan diperlukan syarat-syarat sebagai
berikut: berakal sehat, baligh, dapat dipercaya dan mampu melaksanakan
urusan-urusan wakaf.
Pengawas
harat wakaf berwenang melakukan perkara-perkara yang dapat mendatangkan
kebaikan harta wakaf dan mewujudkan keuntungan-keuntungan bagi tujuan wakaf,
dengan memperhatikan syarat-syarat yang ditentukan wakif.
Jaminan
perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5
tahun 1960 pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik
dilindungi dan diatur dengan Peraturan Pemerintah.[7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
-
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf
yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), dan al-man’u
(mencegah).
-
wakaf adalah penahanan pemindahan harta
suatu hak milik oleh pihak yang berwakaf dan menyedekahkan segala manfaat dan
hasil yang bias diambil dari harta tersebut untuk kebajikan dalam rangka
mencari keridhaan Allah.
-
Menurut para ulama secara umum wakaf
dibagi menjadi dua bagian yaitu: wakaf ahli (khusus), wakaf khairi.
-
Hadist yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a. yang menceritakan tentang wakaf Umar
bahwa wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan.
DAFTRA
PUSTAKA
Suhendi.
Hendi. Fiqh Muamalah. PT RAJA GRAFINDO. Jakarta. 2010
Karim.
Helmi. Fiqh Muamalah. PT RAJA GRAFINDO, Jakarta.1993
No comments:
Post a Comment
Sobat Blogger!
Alangkah Baiknya Jika Setelah Membaca Tulisan Ini Memberikan Komentar, Berupa Kritik dan Saran.
Yang Membangun Akan Blog Ini.
Terima Kasih.