Secara etimologis kata
Khawarij
berasal dari Arab, yaitu
Kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul,
atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi ini pula, khawarij berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam.
Adapun yang dimaksud khawarij dalam
terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi
Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap
keputusan Ali menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Siffin pada
tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan
perihal persengketaan khilafah. Kelompok Khawarij pada mulanya memandang Ali
dan pasukannya berada di pihak yang benar karena Ali merupakan khalifah sah
yang telah di bai’at mayoritas umat Islam, sementara Muawiyah berada di pihak
yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Lagi pula berdasarkan estimasi
Khawarij, pihak Ali hampir memperoleh kemenangan pada peperangan itu, tetapi
karena Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyah, kemenangan yang
hampir diraih itu menjadi raib.
Setelah menerima ajakan damai, Ali
bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai juru damai, tetapi orang
Khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari
kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan Agar Ali mengirim Abu Musa
Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Keputusan tahkim, yakni Ali di turunkan dari jabatanya sebagai khalifah oleh
utusannya, dan mengangkat Muawiyah sebagai khalifah, karena Ali sangat
mengecewakan orang-orang Khawarij.
Kaum Khawarij adalah kelompok masyarakat badui yang
terkenal dengan kegersangan jiwa dan berhati batu serta berpikiran kaku sulit
dilunakkan dan dijinakkan. Namun, mereka sangat konsekuen dengan pengahayatan
dan pengamalan agama. Semboyan mereka adalah laa hukma illa lillah (tidak
ada hokum selain hukum Allah). Sampai saat ini, kaum Khawarij masih
terdapat di Tripoli Barat, Aljazair, Omman, dan kepulauan zanjibar. Gerakan
Khawarij semula adalah masalah politik. Perkembangan masalah politik ini
mewarnai faham keagamaan yang meereka anut. Dominasi politik memang sangat
menonjol dalam perjuangan mereka, yaitu radikal, ekstrim, dan eksklusif.
Di antara
doktin-doktrin pokok Khawarij adalah :
- Khalifah
atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
- Khalifah
di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat islam. Ia harus di jatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezhaliman.
- Khalifah
Ali adalah sah tetapi setelah tahkim, ia di anggap telah menyeleweng.
- Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di bunuh. Dan
mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau
membunuh muslim lain yang telah di anggap menjadi kafir dengan resiko ia
menanggung beban harus dilenyapkan pula.
- Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
- Adanya
wa’ad dan wa’id (orang baik masuk surga dan orang jahat masuk neraka).
- Manusia
bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
Bila dianalisis
secara mendalam, doktrin yang dikembangkan Khawarij dapat dikategorikan dalam
tiga kategori: politik, teologi, dan sosial. Karena banyak membicarakan hal-hal
yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya tentang kepala Negara
(khilafah).
Doktrin teologi
Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas langsung dari doktrin
sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi
budaya mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir
tandus. Hal itu menyebabkan watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani,
tidak bergantung kepada orang lain, dan bebas. Namun mereka fanatik dalam
menjalankan agama. Orang-orang yang mempunyai prinsip Khawarij ini sering
menggunakan cara kekerasan dalam menyalurkan aspirasinya.
Selanjutnya Perkembangan aliran khawarij
Sebagaimana telah di kemukakan, Khawarij
telah menjadikan imamah-khilafah (politik) sebagai doktrin sentral yang
memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya. Radikalitas yang melekat
pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkan mereka sangat rentan
pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij sendiri, maupun secara
eksternal dengan sesame kelompok islam lainnya.
Kaum Khawarij secara organisator kini
sudah tidak ada lagi, namun dalam bentuk perorangan atau prakrek, sebagian
kalangan ada yang mendekati atau mirp dengan mereka yaitu seperti melawab
perintah yang sah, atau sembarangan mengkafirkan orang islam yang tidak se
aliran dengan mereka. Mereka terpecah ke-dalam 20 aliran, adapun menurut
Al-Asfarayani bahwa khawarij terpecah menjadi 22 aliran, Al-Bagdadi mengatan
bahwa khawarij terpecah menjadi 18 aliran.
Munculnya banyak cabang atau sekte kaum
khawarij ini diakibatkan banyaknya perbedaan dalam bidang akidah yang mereka
anut dan banyaknya nama yang mereka pergunakan sejalan dengan perbedaan akidah
mereka yang beraneka ragam itu. Sekte-sekte Khawarij tersebut antara lain, al-Zariqah,
al-Ibadiah, al-Muhakkimah, al-Najdat, al-Jaridah, al-Sufriyah, dan Yazidiyah.
Ø
Sekte Al-Azaqiroh
Nama ini diambil dari Nafi Ibnu
Al-Azraq, pemimpin utamanya, yang memiliki pengikut sebanyak dua puluh ribu
orang. Di kalangan para pengikutnya, Nafi digelar “amir al-mukminin”. Golongan
al-azaqiroh dipandang sebagai sekte yang besar dan kuat dikalangan kaum
khawarij. Dalam pandangan teologisnya, Al-azaqiroh tiodak menggunakan term
kafir, tetapi menggunakan term musyrik dan atau polities.
Yang dipandang musyrik adalah semua oarng
yang tidak sepaham dengan ajaran mereka. Bahkan, orang islaam yang tidak ikut
hijrah kedalam lingkungannya, dihukun
kan musyrik.
Ø
Sekte Al-Ibadiah
Golongan ini merupakan golongan
yang paling moderat dari seluruh golongan Khawarij. Namanya di ambil dari
Abdullah Ibn Ibad, yang pada tahun 686 M, memisahkan diri dari golongan
al-Azariqah. Golongan al-Ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di
Zanzibar, Afrika utara, umman, dan Arabian selatan.
Ø
Sekte
Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan
terdiri dari pengikut-pengikut Ali disebut golongan Al-Muhakkimah. Bagi mereka,
Ali, mu’awiyah, ke dua pengantar ‘Amr Ibn al-As’ dan ibnu Musa al-Asy ari dan
semua orang yang menyetujui arbitrase bersalah dan menjadikan kafir. Selanjutnya
hukum kafir ini mereka luaskan artinya sehingga termasuk kedalmnya tiap yang
berbuat dosa besar.
Berbuat zinah dipandang sebagai
salah satu dosa besar, maka menurut paham golongan ini orang yang mengerjakan
zinah telah menjadi kafir dan keluar dari Islam. Begitu pula membunuh sesame
tanpa sebab yang sah adalah dosa besar. Maka perbuatan membunuh manusia
menjadikan si pembunuh keluar dari Islam dan menjadi kafir. Demikianlah
seterusnya dengan dosa-dosa besar lainnya.
Ø
Sekte An-Nadjat
Nadjah Ibn ‘Amir al-Hanafi dari
Yamamah dengan pengkut-pengikutnya pada mulanya ingin menggabungkan diri dengan
golongan al-Azaqiroh. Tetapi dealam golongan tersebut akhir ini timbul
pepecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut Nafi Ibn al-Azraq, diantaranya Abu
Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atiah al-Hanafi, todak dapat menyetujui faham bahwa
Azraqi yang tak mau berhijrah kedalam lingkungan al-Azaqiroh adalah musyrik.
Ø
Sekte Al-Jaridah
Mereka adalah pengikut dari ‘Abd
al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahratsani merupakan salah satu teman dari
Atiah al-Hanafi. Kaum al-Ajaridah bersifat lebih lunak karena menurut mereka
berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai di ajarkan oleh Nafi Ibn
al-Azraq dan najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan.
Ø
Sekte Al-Sufriah
Pemimipin golongan ini ialah Ziad
Ibn al-Asfar. Dalam faham, mereka dekat sama dengan golongan al-Azariqah, oleh
karena itu juga merupakan golongan yang ekstrim.
Semua aliran yang bersifat radikal, di
kategorikan sebagai aliran Khawarij, selama di dalamnya terdapat indikasi aliran
ini. Adapun indikasi tersebut adalah :
a. Mudah
mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu
penganut agama islam.
b. Islam
yang benar adalah Islam yang mereka fahami dan amalkan.
c. Orang-orang
islam yang tersesat dan menjadi kafir perlu di bawa kembali ke islam
sebenarnya, yaitu islam seperti yang mereka fahami dan amalkan.
d. Karena
pemerintahan dan ulama yang tidak sefaham dengan mereka adalah sesat, maka
mereka memilih imam dari golongan mereka sendiri, yakni imam dalam arti pemuka
agama dan pemuka pemerintahan.
e. Mereka
bersifat fanatik dalam faham dan tidak segan-segan menggunakan kekerasan dan
membunuh untuk mencapai tujuan mereka.