Pengertian Wali dan Kedudukannya Dalam Perkawinan

Pagi ditemani gerimis yang mengundang untuk kembali ketempat yang paling empuk, tak ku biarkan tubuhku kembali kesana karena kebanyakan aktifitas yang sudah menunggu. Nah, sambil menunggu teduhnya hujan pagi ini, aku akan berbagi yang menjadi salah satu pembahasan menarik pada perkawinan, yaitu "wali" memang ini pembahasan yang sudah lama, tapii apa salahnya aku mau berbagi "inikan demokrasi"..haa (alay).
oke, sudah cukup prolognya. wali secara umumnya adalah seseorang yang karena kedudukannya berwenang untuk melakukan atay bertindak atas nama orang lain. Dia dapat bertindak atas nama orang lain itu karena orang lain itu memiliki suatu kekurangan pada dirinya yang tidak memungkinkan dia bertindak sendiri secara hukum. Dalam hal perkawinan wali itu adalah seseorang yang bertindak atas nama memperlai perempuan dalam suatu akad nikah, yang mana akad tersebut dilakukan oleh mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan oleh walinya.
Kemudian timbul pertanyaan apakah mesti adanya wali dalam sebuah akad perkawinan? inilah yang menjadi perdebatan ulama. Wali itu ditempatkan sebagai rukun dalam perkawinan menurut kesepakatan ulama secara prinsip. Dalam akad perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula sebagai orang yang diminta persetujuannya untuk perkawinan tersebut.
Di antara ayat Al quran yang mengisyaratkan adanya wali dalam akad perkawinan adalah sebagai berikut:
1. al-Baqarah ayat 232
2. al-Baqarah ayat 221
3. an-Nur ayat 32
Dari ketiga ayat memang tidak menunjukkan keharusan adanya wali, namun karena dalam ketiga ayat tersebut  ada khitab Allah berkenaan dengan perkawinan dialamatkan kepada wali, dapat disimpulkan ini merupakan keharusan adanya wali dalam perkawinan. Dari pemahaman ketiga ayat diatas Jumhur Ulama menetapkan keharusan adanya wali dalam perkawinan.
Disamping itu, terdapat juga ayat al-Quran yang memberikan pengertian perempuan itu bisa kawin sendiri tanpa mesti memakai wali. Di antaranya adalah:
1. al-Baqarah ayat 232
2. al-Baqarag ayat 230
3. al-Baqarah ayat 234
Dalam ketiga ayat tersebut diatas pelaku dari perkawinan itu adalah perempuan itu sendiri tanpa disebutkan adanya wali. Dari ayat-ayat diatas ini ulama Hanafiyah dan ulama Syiah Imamiyah berkesimpulan bahwa perempuan yang sudah dewasa dan sehat akalnya dapat melakukan sendiri perkawinannyadan tidak perlu wali yang mengakadkannya.

Dari 2 pendapat diatas dapat disimpulkan seperti ini:
1. Ulama hanafiyah dan ulama Syiah Imamiyah berpendapat bahwa untuk perkawinan anak kecil diwajibkan adanya wali yang mengakadkan perkawinan, sedangkan perempuan yang sudah dewasa dapat melangsungkan sendiri akad perkawinannya tanpa adanya wali.
2. Ulama Syafiiyah dan ulama Hanabilah berpendapat bahwa setiap akad perkawinan dilakukan oleh wali, baik perempuan itu dewasa atau masih kecil, janda atau perawan. tidak ada sama sekali hak bagi perempuan untuk mengakadkan perkawinannya.
3. Ulama Zhahiriyah berpendapat bahwa untuk perempuan yang  masih kecil atau tidak sehat akalnya diwajibkan adanya wali, sedangkan untuk perempuan yang sudah dewasa yang diwajibkan adalah adanya izin wali untuk perkawinan tersebut. Yang menjadi dalil bagi pendapat ini adalah sabda Nabi dari Aisyah yaitu "perempuan yang kawin tanpa izin walinya, perkawinan tersebut adalah batal". Dalam hadist ini dituntut adalah izin wali bukan diakadkan oleh wali.

Ya, saya kira cukup ini dulu karena hujan mulai teduh dan saya siap-siap kembali beraktifitas. untuk masalah wali silahkan pakai yang menurut pembaca sepakati, dan kalau pembaca punya referensi lain silahkan koment, untuk kemajuan kita bersama dalam hukum Islam. terimkasih.

Labels: