Kegagalan yang paling terasa dari
modernisasi yang merupakan akibat langsung dari era globalisasi adalah
dalam bidang ekonomi. Kapitalisme modern yang walaupun akhirnya mampu
membuktikan kelebihannya dari sosialisme, kenyataannya justru melahirkan
berbagai persoalan, terutama bagi negara-negara Dunia Ketiga (termasuk
negara-negara Muslim) yang cenderung menjadi obyek daripada menjadi
subyek kapitalisme.
Dikaitkan dengan kegagalan kapitalisme
Barat di negara-negara Muslim tersebut, kesadaran bahwa akar kapitalisme
bukanlah dari Islam kemudian membangkitkan keinginan untuk
merekonstruksi sistem ekonomi yang dianggap “otentik” berasal dari
Islam. Apalagi sejarah memperlihatkan bahwa pemikiran ekonomi, telah
pula dilakukan oleh para ulama Islam, bahkan jauh sebelum Adam Smith
menulis buku monumentalnya The Wealth of Nation. Di samping itu, Iklim
perdagangan yang akrab dengan munculnya Islam, telah menempatkan
beberapa tokoh dalam sejarah sebagai pedagang yang berhasil.
Keberhasilan tersebut ditunjang oleh kemampuan skill maupun akumulasi
modal yang dikembangkan. Dalam pengertiannya yang sangat umum, maka bisa
dikatakan bahwa dunia kapitalis sudah begitu akrab dengan ajaran Islam
maupun para tokohnya. Kondisi tersebut mendapatkan legitimasi ayat
al-Qur’an maupun sunnah dalam mengumpulkan harta dari sebuah usaha
secara maksimal.
Dengan banyaknya ayat al-Qur’an dan Hadis
yang memberi pengajaran cara bisnis yang benar dan praktek bisnis yang
salah bahkan menyangkut hal-hal yang sangat kecil, pada dasarnya
kedudukan bisnis dan perdagangan dalam Islam sangat penting.
Prinsip-prinsip dasar dalam perdagangan tersebut dijadikan referensi
utama dalam pembahasan-pembahasan kegiatan ekonomi lainnya dalam Islam
sebagai mana pada mekanisme kontrak dan perjanjian baru yang berkaitan
dengan negara non-muslim yang tunduk pada hukum perjanjian barat.
Pada dasarnya etika (nilai-nilai dasar)
dalam bisnis berfungsi untuk menolong pebisnis (dalam hal ini pedagang)
untuk memecahkan problem-problem (moral) dalam praktek bisnis mereka.
Oleh karena itu, dalam rangka mengembangkan sistem ekonomi Islam
khususnya dalam upaya revitalisasi perdagangan Islam sebagai jawaban
bagi kegagalan sistem ekonomi –baik kapitalisme maupun sosialisme-,
menggali nilai-nilai dasar Islam tentang aturan perdagangan (bisnis)
dari al-Qur’an maupun as-Sunnah, merupakan suatu hal yang niscaya untuk
dilakukan. Dengan kerangka berpikir demikian, tulisan ini akanmengkaji
permasalahan revitalisasi perdagangan Islam, yang akan dikaitkan dengan
pengembangan sektor riil.
Pengertian Etika Bisnis Dalam Islam
1. Definisi Etika
Etika itu sendiri merupakan salah satu
disiplin pokok dalam filsafat, ia merefleksikan bagaimana manusia harus
hidup agar berhasil menjadi sebagai manusia (Franz Magnis-Suseno :1999)
Etika (ethics) yang berasal dari bahasa Yunani ethikos mempunyai beragam
arti : petama, sebagai analisis konsep-konsep mengenai apa yang harus,
mesti, ugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggung jawab
dan lain-lain. Kedua, pencairan ke dalam watak moralitas atau
tindakan-tindakan moral. Ketiga, pencairan kehidupan yang baik secara
moral (Tim Penulis Rasda Karya : 1995) Menurut K. Bertens dalam buku
Etika, merumuskan pengertian etika kepada tiga pengertian juga; Pertama,
etika digunakan dalam pengertian nilai-niai dan norma-norma moral yang
menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya.Kedua, etika dalam pengertian kumpulan asas atau
nilai-nilai moral atau kode etik. Ketiga, etika sebagai ilmu tentang
baik dan buruk Menurut Ahmad Amin memberikan batasan bahwa etika atau
akhlak adalah ilmu yang menjelaskan arti yang baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia kepada lainnya,
menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
2. Definisi Bisnis
Kata bisnis dalam Al-Qur’an yaitu
al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar
t-j-r, tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau
berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut
kamus al-munawwir). Menurut ar-Raghib al-Asfahani dalam al-mufradat fi
gharib al-Qur’an , at-Tijarah bermakna pengelolaan harta benda untuk
mencari keuntungan. Menurut Ibnu Farabi, yang dikutip ar-Raghib ,
fulanun tajirun bi kadza, berarti seseorang yang mahir dan cakap yang
mengetahui arah dan tujuan yang diupayakan dalam usahanya.
Ayat Bisnis Dalam Al-Qur’an
Al-Baqarah : 282 “Wahai orang-orang
yang beriman! Apabila kamu melakukan utang piutang untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Janganlah penulis menolak untuk
menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkan kepadanya, maka
hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang yang berutang itu
mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan
janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika orang yang
berutang itu orang kurang akalnya atau lemah (keadaanya), atau tidak
mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan
benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara
kamu. Jika tidak ada saksi dua orang laki-laki, maka boleh seorang
laki-laki dan dua orang perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai
dari para saksi yang ada, agar jika ada yang seorang lupa maka yang
seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah saksi-saksi itu menolak
apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan menuliskannya, untuk batas
waktunya baik utang itu kecil maupun besar. Yang demikian itu, lebih
adil di sisi Allah, lebih dekat menguatkan kesaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila
kamu berjual beli, dan janganlah penulis dipersulit dari begitu juga
saksi. Jika kamu lakukan yang demikian, maka sungguh, hal itu suatu
kefasikan pada kamu. Dan bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan
pengajaran kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
An-Nisaa : 29 “Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
bathil kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha
Penyayang kepadamu”.
Allah SWT melarang hamba-hamba-Nya yang
mukmin memakan harta sesamanya dengan cara yang bathil dan cara mencari
keuntungan yang tidak sah dan melanggar syari’at seperti riba, perjudian
dan yang serupa dengan itu dari macam-macam tipu daya yang tampak
seakan-akan sesuai dengan hukum syari’at tetapi Allah mengetahui bahwa
apa yang dilakukan itu hanya suatu tipu muslihat dari sipelaku untuk
menghindari ketentuan hokum yang telah digariskan oleh syari’at Allah.
Allah mengecualikan dari larangan ini pencaharian harta dengan jalan
perdagangan (perniagaan) yang dilakukan atas dasar suka sama suka oleh
kedua belah pihak yang bersangkutan.
At-Taubah : 24 “Katakanlah jika
Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri kaum keluargamu,
harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan
kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai adalah lebih
kamu cintai dari pada Allah dan Rasulnya dan dari berjihad di jalan
Allah maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusannya. Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”
Allah SWT memerintahkan orang-orang
mukmin menjauhi orang-orang kafir, walaupun mereka itu bapak-bapak,
anak-anak, atau saudara-saudara mereka sendiri, dan melarang untuk
berkasih saying kepada mereka yang masih lebih mengutamakan kekafiran
mereka daripada beriman.
An-Nur : 37 “Bertasbih dan
bertahmidlah Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari membayar zakat. Mereka
takut kepada suatu hari yang (dihari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang”
Allah SWT berfirman menceritakan tentang
hamba-hamba-Nya dan memperoleh pancaran nur iman dan takwa di dada
mereka, bahwa mereka itu tekun dalam ibadahnya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat dan selalu beri’tikaf di dalam masjidbertasbih,
bertahmid dan bertahlil. Mereka sekali-kali tidak tergoda dan tidak akan
dilalaikan dari ibadah itu, kegiatan yang mereka lakukan untuk mencari
nafkah, berusaha dan berdagang (berniaga). Mereka itu benar-benar cakap
membagi waktu di antara kewajiban ukhrawi dan kewajiban duniawi,
sehingga tidak sedikitpun tergesr amal dan kewajiban ukhrawi mereka oleh
usaha duniawi mereka.
Fatir : 29 “Sesungguhnya orang-orang
yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan
sebagian rezeki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan
merugi”
Allah SWT berfirman tentang
hamba-hamba-Nya yang mukmin yang selalu membaca kitab Allah dengan
tekunnya, beriman bahwasanya kitab itu adalah wahyu dari sisi-Nya kepada
Rasul-Nya dan mengerjakan apa yang terkandung di dalamnya seperti
perintah shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Allah karuniakan
kepadanya untuk tujuan-tujuan yang baik yang membawa ridha Allah dan
restu-Nya, menafkahkan secara diam-diam tidak diketahui orang lain atau
secara terang-terangan, mereka itulah dapat mengharapkan perdagangan
(perniagaan) yang tidak akan merugi dan akan disempurnakanlah oleh Allah
pahala mereka serta akan ditambah bagi mereka karunia-Nya berlipat
ganda. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri
amal-amal baik hamba-hamba-Nya yang sekecil-kecilnya pun.
As-Shaff : 10 “Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab pedih?”
Al-Jum’ah : 11 “Dan apabila mereka
melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan
mereka tinggallah engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah).
Katakanlah , “Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan
dan perdagangan,” dan Allah pemberi rezeki yang terbaik”.
Sumber: http://muhammadnorabdi.wordpress.com/