Aliran Positivisme

Positivisme sebagai sistem filsafat muncul pada awal abad ke-19 sistem filsafat ini didasari beberapa prinsip diantaranya : hanya apa yang tampil dalam pengalaman dapat disebut benar, hanya apa yang sungguh-sungguh dapat dipastikan sebagai kenyataan dapat disebut benar, ini berarti bahwa tidak semua pengalaman dapat disebut benar tapi hanya pengalaman yang mendapati kenyataan. Didalam aliran Positivisme Hukum ini terdapat dua sub aliran yang terkenal, yaitu aliran Positivisme Hukum Analitis dan aliran Positivisme Pragmatik.
Aliran Positivisme Hukum Analitis.
 Menurut John Austin seorang yuris Inggris yang hidup antara tahun 1790-1859. Ia mendefinisikan hukum sebagai suatu aturan yang ditentukan untuk membimbing makhluk berakal oleh makhluk berakal yang telah memiliki kekuatan mengalahkannya. Jadi, hukum bagi aliran posituf analitis berarti a command lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu suatu perintah dai mereka yang memegang kedaulatan. Dengan kata lain sumber hukum positif adalah pembuat hukum sebagai yang berdaulat atau yang berkuasa. Dapat dipastikan juga bahwa yang berkuasa adalah satu-satunya sumber hukum. Hal ini diungkapkan oleh Austin sebagai berikut: “Tiap undang-undang positif ditentukan secara langsung atau secara tidak langsung oleh seorang pribadi atau sekelompok orang yang berwibawa bagi seorang anggota atau anggota-anggota dari suatu masyarakat politik yang berdaulat, dalam mana pembentuk hukum adalah yang tertinggi”. Dengan ketentuan ini Austin tidak menyangkal adanya norma-norma hukum ilahi, norma-norma moral, dan juga hukum internasional. Terdapat empat unsur penting, menurut Austin, sesuatu itu dapat dinamakan sebagai hukum, yaitu: perintah, sanksi, kewajiban, dan kedaulatan.
Aliran Positivisme Hukum Pragmatik.
Positivisme pragmatik, sebagai gerakan kaum realis Amerika, merupakan lawan dari teori Austin. Pragmatisme melihat hukum-hukum sebagai karya dan fungsi bukan sebagai yang tertulis diatas kertas. Pragmatisme merupakan rumusan baru dari filsafat. Ia mendorong pendekatan baru pada hukum. Inti dari pendekatan pragmatis pada problema-problema hukum adalah tidak mengikuti apa yang tercatat diatas kertas. Sudah tentu ini sangat umum sifatnya. Untuk mengkonkretkan apa yang ada dalam pikirannya, para realis berbalik pada ilmu-ilmu pengetahuan yang mulai mengamati perilaku manusia dalam masyarakat, terutama ekonomi, kriminalogi, sosiologi umum, dan psikologi, dan mencoba memanfaatkannya bagi ilmu hukum.

Labels: