Menyembelih hewan mengucap Bismillah


Dari Adi bin Hatim r.a., ia berkata: Aku pernah bertanya: Ya Rasulullah! Sesungguhnya aku telah melepaskan anjingku dan aku telah menyebut asma Allah, bagaimanakah hal itu? Ia menjawab: jika engkau melepaskan anjingmu dan engkau telah menyebut asma Allah kemudian ia berhasil menangkap lalu ia membunuhnya maka makanlah dan jika ia memakan sebagiannya maka jangan kamu makan karena sesungguhnya ia menagkap itu untuk dirinya sendiri.Aku bertanya lagi: Aku pernah melepas anjingku kemudian kudapati diikuti anjing lain sedang aku tidak mengetahui anjing yang mana yang berhasil menangkap mangsanya, bagaimana hal itu? Nabi SAW menjawab: jangan kamu makan, karena sebutan asma Allah itu untuk anjingmu saja sedang anjing yang lain itu tidak engkau sertai dengan sebutan asma Allah. (Hr. Ahmad, Bukhari dan Muslim). 
  Dalam riwayat lain (dikatakan) : sesungguhnya Rasulullah SAW, bersabda : Apabila enkau melepaskan anjingmu maka sebutlah asma Allah kemudian jika dapatkan ada anjing lain, sedang hasil buruannya telah terbunuh maka jangan engkau makan karena engkau tidak mengetahui anjing mana yang membunuhnya. (Hr. Ahmad, Bukhari dan Muslim).[1]   
PENJELASAN
Mushannif (Ibnu Taimiyah) rahimahullah berkata: ini menjadi dalil kalau tuannya itu mengetahui dengan mata kepalanya bahwa anjingnya sendirilah yang membunuhnya maka hasil buruan itu halal baginya.
Syarih (Imam Syaukani) rahimahullah berkata: Perkataan dan engkau telah menyebut Asma Allah” itu, menunjukkan disyari’atkan (diperintahkannya) menyebut asma Allah dan hal ini telah menjadi kesepakatan ulama, yang menjadi perbedaan pendapat hanya dalam segi, apakah menyebut asma Allah itu menjadi syarat bagi halalnya dimakan. Abu hanifah dan kawan-kawannya dan juga Imam Ahmad berpendapat sebagai syarat, sedang Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Syafi’i-menurut riwayat dari Imam Malik dan Ahmad – bahwa mereka berpendapat hanya sunnat. Mereka juga berbeda  pendapat, kalau tidak disebutnya Asma Allah lantara lupa. Menurut Abu Hanifah, Malik dan Tsauri serta sebagian besar para Ulama bahwa persyaratan itu hanya bagi yang ingat (tidak lupa) sehingga bagi yang lupa boleh memakannya.

Pendapat Para Ulama
Dalam Fikih mengenai hukum menyebut Asma Allah atas sembelihannya, ada tiga para ulama yang berpendapat,[2] yaitu sebagai berikut :
1.      Pendapat mazhab Dhariri dan satu riwayat dari pendapat mazhab Hanbali mengatakan bahwa menyebut Asma Allah itu Fardhu secara Mutlak, yakni dalam keadaan ingat maupun lupa. Dengan demikian, tidak halal memakan sembelihan-sembelihannya, baik disengaja maupun lupa.
Dalil bagi pendapat mazhab Dhariri serta ulama-ulama yang sependapat atas wajib menyebut asma Allah, baik disengaja maupun lupa. :
Dari Adi bin Hatim r.a. dari Nabi SAW, ia bersabda : Apabila engkau melepaskan anjingmu yang terlatih dan engkau menyebut nama Allah maka makanlah hasil tangkapannya kecuali kalau anjing itu memakan (hasil buruannya itu) maka janganlah engkau makan, karena aku khawatir bahwa ia menangkap itu untuk dirinya sendiri. ( Hr. Ahmad, Bukhari dan Muslim)
Kandungan hadist ini berarti menggantungkan kehalalan hewan yang diburu pada penyebutan nama Allah, dan bahkan menurut mazhab Dhariri ini dalam hal penyebutan nama Allah ini harus ada juga mengalirkan darah. Artinya mazhab ini berpendapat kehalalannya tergantung pada mengalirkan darah dan penyebutan nama Allah.

2.      Pendapat mazhab Hanafi, pendapat mazhab Maliki, menurut pendapat yang paling sahih di antara mereka , dan yang masyhur dari pendapat mazhab Hanbali mengatakan bahwa menyebut nama Allah atas sembelihannya adalah wajib hanya dalam keadaan ingat. Dengan demikian, halal sembelihan yang tidak disebut nama Allah bila lupa, tetai haram sembelihan yang tidak disebut nama Allah bila sengaja.
Mazhab Hanafi, pendapat Mazhab Maliki, serta ulama-ulama yang menguatkan mereka atas wajibnya menyebut nama Allah dalam keadaan sengaja (tidak ketika lupa) telah mengemukakan dalil: Hadist yang diriwayatkan dari Sa’id bin Manshur dari Rasyid bin Rabi’ah. Dia mengatakan bahwa Rasulullah saw, bersabda:


Artinya: sembelihan orang muslim adalah halal, sekalipun tidak menyebut nama Allah apabila tidak disengaja.
Dan sabda Nabi saw:


Artinya: sesungguhnya Allah menghilangkan dari umatku dosa karena kekeliruan, lupa, dan dipaksa (H.R. Ibnu Majah dan Ibnu Hiban). 
Dalam kedua hadist ini terdapat dialah yang menujukkan bahwa tidak menyebut nama Allah karena lupa tetap menjadikan sembelihan halal. Orang tersebut tidak dapat diikutkan kepada orang yang dengan sengaja tidak menyebut nama Allah. Orang yang dengan sengaja tidak menyebut nama Allah seakan-akan meniadakan apa yang berada dalam hatinya. Lain halnya dengan orang yang tidak menyebut menyebut nama Allah karena lupa, tidaklah dianggap suatu kefasikan. Suatu kefasikan itu, pengertiannya ditujukan bila dilakukan dengan sengaja.
3.      Pendapat mazhab Syafi’I dan satu riwayat dari Malik mengatakan bahwa menyebut nama Allah adalah sunnah, menurut mereka, halal sembelihan secara mutlak, baik disebut nama Allah atasnya maupun tidak (lupa). Akan tetapi, mereka mengatakan makruh tanzih bila tidak menyebut nama Allah dengan sengaja, menurut pendapat yang paling shahih. Adapun menurut satu pendapat lainnya diantara mereka, hal itu tidak makruh, sedangkan menurut pendapat yang ketiga dari mereka, berdosalah orang yang sengaja tidak menyebut nama Allah. Hanya saja, sembelihannya mutlak boleh dimakan. Hal ini bergantung pada pendapat mana saja dari ketiga pendapat mazhab Syafi’i.
Mazhab Syafi’I dan ulama-ulama yang menguatkan mereka bahwa menyebut nama Allah adalah sunnah, dan tidaklah mempengaruhi kehalalan sembelihannya, dalilnya :
Dari Aisyah r.a. (ia berkata): sesungguhnya ada satu kaum bertanya: Ya Rasulullah! Ada satu kaum datang kepada kami membawa daging sedang kami tidak mengetahui apakah telah disebut asma Allah (ketika menyembelih/memburu) atau tidak. Bagaimana ? Ia menjawab: sebutlah sendiri Asma Allah kemudian makanlah. Aisyah berkata : mereka pada saat itu masiih dekat sekali masanya dengan periode kekufuran. ( Hr. Bukhari, Nasa’I, dan Ibnu Majah).
Kandungan hadist ini, Mushannif (syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) rahimahullah berkata : ini menjadi dalil bahwa semua perbuatan dan tindakan asal hukumnya adalah boleh, sampai ada dalil yang melarang. Hadist ini benar-benar menunjukkan bahwa menyebut nama Allah bukanlah suatu syarat mengenai kehalalan sembelihan. karena jika demikian, Rasul Saw. Tidak akan menerangkan kepada mereka dalam memakan sembelihannya itu Beliau saw. Member kemurahan kepada mereka untuk memakannya, sekalipun masih diragukan mengenai penyebutan nama Allah ketika menyembelihnya. Hanya saja, Beliau menyuruh mereka menyebut nama Allah (membaca Basmallah) ketika hendak memakannya. Menyebut nama Allah ketika hendak makan disunnahkan menurut Ijma’, sedangkan menyebut nama Allah yang disunnahkan itu tidak dapat menjadi pengganti menyebut nama Allah yang wajib. Dengan demikian, hal ini menunjukkan bahwa menyebut nama Allah ketika menyembelih adalah sunnah, yang bila ditinggalkan tidak akan mempengaruhi kehalalan sembelihannya sekalipun disengaja.

Pendapat Yang Rajih
Jika dalil-dalil yang dikemukakan oleh setiap kelompok dipikirkan secara mendalam, akan ditemukan bahwa pendapat mazhab Syafi’I dan ulama-ulama yang menyetujui mereka, yaitu sesungguhnya menyebut nama Allah adalah sunnah, dan sembelihan itu halal bila tidak disebut nama Allah atasnya walaupun sengaja, tetapi makruh tanzih adalah pendapat yang rajih.
Para ulama sepakat bahwa menyebut nama Allah ketika hendak makan adalah sunnah. Bila menyebut nama Allah ini menjadi menyebut nama Allah ketika menyembelih, maka yang terakhir ini, yakni menyebut nama Allah ketika hendak makan dijadikan hakikat hukum.
Dan juga, sesungguhnya hadist, “orang yang beriman itu menyembelih atas nama Allah SWT, baik menyebut nama Allah maupun tidak” adalah Dhaif. Dan juga hadist “sembelihan orang muslim adalah halal, baik menyebut nama Allah maupun tidak” adalah mursal. Sekalipun kedua hadist ini dhaif, ada kemungkinan bisa memperoleh dalil dari keduanya karena bila hadist dhaif diriwayatkan dari beberapa jalan, maka sebagian darinya akan menguatkan sebagian lainnya. Dan kedua hadist ini dikuatkan oleh hadist, “sebutlah nama Allah (bacalah Basmallah oleh kalian dan makanlah”.
Dengan demikian, pendapat yang mengatakan bahwa Tasmiyyah (menyebut nama Allah) atas sembelihan ketika menyembelih itu adalah sunnah. Atas dasar inilah, orang muslim bila menyebut nama Allah  atau tidak ketika menyembelih, maka sembelihannya adalah halal. Hanya saja, disunnahkan menyebutnya ketika menyembelih atau tidak lama dari penyembelihan.
Ada dua pendapat para ulama fikih mengenai pengertian tasmiyyah, yakni bentuk yang diucapkannya sebagai berikut:
1.      Pendapat mazhab Hanafi dan mazhab Maliki mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Tasmiyyah ialah menyebut nama Allah tidak khusus dengan Bismillah, maka bisa dengan menyebut nama Allah yang mana saja, dengan demikian juga bisa dengan tasbih, tahmid, dan tahlil. Dan menyebut nama Allah itu tidak ditetapkan dengan Bismillah saja, melainkan bisa dengan lafazh apa saja yang mengandung dzikir kepada Allah SWT, seperti Allahu Akbar.
2.      Pendapat mazhab Syafi’I dan mazhab Hanbali mengatakan bahwa orang yang menyembelih ditetapkan mengucapkan Bismillah. Atau mengucap Bismillahi Allahu Akbar.
Pendapat yang rajih adalah pendapat kedua, yaitu, orang yang menyembelih ditetapkan mengucap bismillah, dan ucapan selain itu tidak menempati kedudukannya. Alasannya karena pegucapan Tasmiyyah secara umum adalah ucapan bismillah dan juga telah ditetapkan bahwa Rasul saw. Apabila menyembelih mengucap Bismillahi Allahu Akbar

Kesimpulan
Tentang Menyembelih hewan dengan mengucap Basmallah ini, para ulama sepakat bahwa menyebut nama Allah ketika menyembelih itu memang diperintahkan oleh Allah SWT. Namun,  yang menjadi perbedaan ulama  hanya dalam segi, apakah menyebut asma Allah itu menjadi syarat bagi halalnya dimakan. Abu hanifah dan kawan-kawannya dan juga Imam Ahmad berpendapat sebagai syarat, sedang Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Syafi’i-menurut riwayat dari Imam Malik dan Ahmad – bahwa mereka berpendapat hanya sunnat. Mereka juga berbeda  pendapat, kalau tidak disebutnya Asma Allah lantara lupa. Menurut Abu Hanifah, Malik dan Tsauri serta sebagian besar para Ulama bahwa persyaratan itu hanya bagi yang ingat (tidak lupa) sehingga bagi yang lupa boleh memakannya.
Pendapat mazhab Syafi’I dan ulama-ulama yang menyetujui mereka, yaitu sesungguhnya menyebut nama Allah adalah sunnah, dan sembelihan itu halal bila tidak disebut nama Allah atasnya walaupun sengaja, tetapi makruh tanzih adalah pendapat yang rajih.





[1] Nailul Authar, jilid 6. Kitab: makanan, binatang buruan dan sembelihan.
[2] Abu Sari Muhammad Abdul Hadi. Hukum Makanan dan sembelihan. Trigenda karya. Bandung. 1997

Labels: