Dalam dua tingkatan ini, terdapat
dua macam keadaan yang menyebabkan sesuatu hadist itu lemah, yaitu :
1. Putus
sanadnya, dan
2. Tercacat
seorang rawi atau beberapa rawinya.
Hadist yang teranggap lemah karena
putus ( gugur, tidak tersebut) sanadnya, ada 9 macam, dan masing-masing
mempunyai nama tersendiri, tetapi di sini saya akan menuliskan hanya 4 macam
dari yang 9 macam tersebut, yaitu :
Mudraj artinya
yang termasuk, boleh juga di artikan yang tercampur atau yang dicampurkan.
Dalam Musthalahul Hadist di tujukan kepada : “ suatu hadist yang asal sanadnya
dan matannya tercampur dengan sesuatu yang bukan bagiannya.
Menurut ini dan
lainnya, mudraj ada dua macam :
1.
Mudraj pada matan dan
2.
Mudraj pada sanad.
1. Mudraj
Matan
Mudraj matan,
kalau kita pisahkan dari ketetapan di atas adalah : “ satu hadist yang di
masukkan padanya sesuatu dari ucapan rawi, sehingga kesamaran, bahwa apa yang
di campurrkan itu sabda Nabi Saw.
Mudraj matan
ini pula ada tiga macam :
- Di permulaan matan
- Di pertengahan matan
- Di akhir matan
Berikut ini ada
contoh bagi tiap-tiap satunya :
Contoh mudraj
awal matan :
Artinya : dari
riwayat Abi Qathn dan Syababah, dari Syu’bah, dari Muhammad bin Ziyad, dari Abu
Hurairah, ia berkata: telah bersabdda Rasulullah saw : “Sempurnakanlah wudhu,
kecelakaan api nerakalah (akan menimpa orang yang todak membereserekan wudhu)
di tumit-tumit mereka. (H.R. Al-khatib)
Keterangan :
1.
Menurut riwayat ini, adalah perkataan
“sempurnakanlah wudhu” itu juga masuk sabda Nabi Saw. Tetapi sebenarnya itu
adalah ucapan Abi Hurairah sendiri, bukan hadist Nabi.
Hal ini di
tegaskan oleh riwayat Bukhari yaitu :
Artinya : dari
Abi Hurairah, ia berkata : “sempurnakanlah wudhu”, karena Abul Qasim. (Nabi)
pernah bersabda : kecelakaan api nerakalah (akan menimpa orang yang tidak
membereskan wudhu) di tumit-tumit mereka (H.R Bukhari 1:40)
2.
Al-Khatib meriwayatkan hadist mudraj tersebut
dari dua jalan: yang pertama dari jalan Abu Qathn, kedua dari jalan Syababah.
Kata Al-khatib, bahwa ke dua-dua rawi inilah yang ragu-ragu, lalu bercampur
omongan Abi Hurairah dengan sabda Nabi Saw.
3.
Karena omongan Abi Hurairah ada di permulaan
matan, maka di sebut : mudraj pada permulaan.
Contoh mudraj
pertengahan matan :
Artinya: dari
jalan Abdil Hamid bin ja’far, dari Hisyam bin Urwah, dari Bapaknya (urwah) dari
Busrah binti Shafwan ia berkata : aku pernah mandengar Rasulullah saw,
bersabda: barang siapa menyentuh kemaluannya atau dua buah kemaluannya atau dua
pangkal pahanya maka hendaklah ia berwudhu. (H.R Ad-Daraqutni)
Keterangan :
1.
Perkataan: atau dua buah kemaluannya atau dua
pangkal pahanya yang ada di dalam hadist tersebut bukanlah sabda Nabi saw.
Daraquthni
memberikan keterangan, bahwa ucapan itu dari Urwah, bapak dari Hisyam, tetapi
karena Abdul hamid waham, maka ia campurkan dengan sabda Nabi saw. Yang asalnya
begini:
Artinya : Barang siapa menyentuh
kemaluannya, hendaklah ia berwudhu. (H.R Daraquthni dan lainnya)
2.
Oleh sebab omongan Urwah tersebut tercampur di
pertengahan matan maka di namakan Mudraj pada pertengahan matan.
Contoh Mudraj
Akhir matan :
Artinya : (kata
imam Syafi’i) : telah menghabarkan kepada kami, Muhammad bin Ismail, dari Ibni
Abi Dzi’b, dari Ibni Syihab, dari Sa’id bin Musai-yab, bahwa Rasulullah saw
bersabda : “Tidak tercabut barang gadaian dari orang yang menggadaikannya,
bagianyalah apa-apa yang bertambah dari barang itu, dan atas tanggungannyalah
apa-apa yang kurang daripadanya”. (Musnad Syafi’I 86)
Keterangan :
1.
Kata Ibnu Wahb dan Abu Dawud, bahwa ucapan :
“baginyalah apa-apa yang bertambah dari barang itu, dan atas tanggungannyalah
apa-apa yang kurang daripadanya” itu, bukan sabda Nabi saw, tetapiomongan Sa’id
bin Musai-yab. Di lain riwayat yang lebih kuat dari padanya tidak pakai
tambahan ini.
Dalam hadist itu, yang masuk sabda rasulullah saw, ialah : “ Tidak
tercabut barang gadaian dari yang menggadaikannya”.
2.
Menurut keterangan Ibnu Wahb dan Abi dawud
tersebut, adalah omongan Sa’id bin Musai-yab tercampur dengan sabda Nabi saw.
Karena campuranya itu ada di belakang, sesudah sabda Nabi saw, maka di katakana
Mudraj pada akhir matan.
3.
Tiga macam mudraj seperti yang di contohkan di
atas, semua tidak boleh dipakai untuk menetapkan sesuatu hukum Agama.
2. Mudraj
Isnad
Mudraj isnad,
ialah mudraj yang berhubung dengan sanad hadist, mudraj Isnad ini, ada tiga rupa sebagaimana
berikut ini :
1.
Satu hadist diriwayatkan oleh beberapa orang
dengan sanad-sanad yang berlainnan, lalu seorang rawi lain meriwayatkan hadist
tersebut dari mereka dengan mengumpulkan semua sanadnya jadi satu, serta ia tak
menerangkan macam-macam sanad hadist tersebut.
2.
Seorang rawi meriwayatkan dua matan dengan dua
macam sanad, lalu ia riwayatkan dua-dua matan itu bercampur mamakai salah satu
dari dua sanad yang asal itu. Atau ia riwayatkan salah satu matan itu dengan
sanadnya yang tertentu, serta ia tambah padanya matan yang lain.
3.
Seorang rawi sedang menyebut satu sanad,
tiba-tiba ada yang menghalanginya, lalu ia mengeluarkan satu omongan dari
dirinya sendiri. Maka sebagian dari yang mendengarkan menyangka, bahwa
ucapannya itu adalah matan bagi sanad yang ia sebut tadi, kemudian si pendengar
meriwayatkan omongan si rawi tersebut dengan memakai sanad itu.
Peringatan :
tiga macam mudraj Isnad yang saya bawakan(penulis) dan yang sebanding dengannya
teranggap lemah dan tidak boleh dipakai sebagai hadist Nabi Muhammad saw.
3. Sebab-sebab
Id’raj
Pekerjaan
mencampurkan atau memasukkan sanad dengan sanad lain, dan satu hadist dengan
hadist yang lain, di sebut Id’raj. Sebab-sebab sehingga ada idraj, kalau kita
perhatikan pembicaraan Mudraj di atas, dapatlah kita himpunkan demikian :
- Sebab waham atau ragu-ragu,
- Sebab kekeliruan,
- Sebab salah sangka,
- Sebab hendak menfsirkan arti
4. Mengetahui
Idraj
Kita dapat
mengetahui bahwa sesuatu Hadist Mudraj matan atau Mudraj Isnad, dengan salah
satu dari empat jalan yang berikut ini :
- Dengan adanya riwayat lain yang menunjukkan
idraj hadist yang satunya, seperti contoh mudraj awwal matan dan mudraj isnad
I,
- Dengan di terangkan oleh ahli hadist yang Hafazh
benar-benar, seperti contoh mudraj pertengahan matan, akhir matan dan lainnya.
- Dengan diterangkan oleh rawi itu sendiri.
- Sebab mustahil Nabi saw, bersabda sebagaimana
yang diriwayatkan orang.
B. Maqlub
Maqlub artinya
yang dipalingkan, yang dikembalikan, yang ditukar, yang diubah, yang terbalik.
Maqlub yang di kehendaki ahli Hadist ialah : “satu hadist yang pada sanadnya
atau matanya ada tukaran, perubahan atau palingan dari semestinya. Menurut ini
maqlub itu :
- Ada pada sanadnya dan
- Ada pada matannya.
a. Maqlub
Sanad
Maqlub pada sanad ini pula, ada beberapa macam :
“satu hadist yang rawi sanadnya ditukar dengan
rawi lain”. Contohnya :
Artinya :
(diriwayatkan) dari Amr bin khaid al-Harrani, dari Hammad an-Nashibi, dari
A’masy, dari Abi Shalih, dari Abi Hurairah, Nabi bersabda: “apabila kamu
bertemu orang-orang musyrik di satu jalan, maka janganlah kamu mulai member
salam kepada mereka….
Keterangan :
A’masy yang ada
dalam sanad itu mestinya Suhail, tetapi boleh Hammad, Suhail ini di tukar
dengan A’masy, karena hendak mengadakan perbuatan yang ganjil, supaya ia
terkenal.
Di katakan
A’masy itu tukaran dari Suhail, karena menurut sanad Muslim yang sudah sah
begini : Muslim, Qutaibah, Abdul Aziz, Suhail, Abi Shalih, Abi Hurairah,
Rasulullah saw.
“satu hadist yang nama rawi sanadnya terbalik
dari semestinya. Contohnya:
Artinya : dari
jalan Hajjaj, dari Ibni Juraij, telah menghabarkan kepadaku, Abu bakar bin Abi
malaikah, bahwa “Abdurrahman bin Ustman at-Taimi menghabarkan kepadanya dari
Rabi’ah bin Abdillah, bahwasanya ia pernah hadir di majlis umar….(Isma’ili)
Keterangan :
Abdurrahman bin
usman yang ada didalam sanad ini terbalik namanya,mestinya : Ustman bin
Abdurrahman. Beginilah menurut riwayat Bukhari dan Abdirrazaq.
3.
Sanad bagi satu
matan, di tukar dengan sanad lain atau matan bagi satu sanad diganti
dengan matan yang lain.
b. Maqlub
matan
Maqlub pada matan,
ialah : “satu hadist yang matannya terbalik dari kemestiannya atau
kebiasaanya”. Contohnya :
Artinya: dari
Abi Hurairah, ia berkata : telah bersabda Rasulullah saw: apabila salah seorang
dari kamu sujud, maka janganlah ia bersujud seperti onta, tetapi ia letakkan ke
dua tangannya sebelum ke dua lututnya”. (Abu Dawud 1:143)
Keterangan :
Perkataan
“kedua tangannya sebelum kedua lututnya” itu terbalik, mestinya: “kedua
lututnya sebelum kedua tangannya”.
Kita katakan
terbalik, karena biasanya onta apabila hendak meletakkan badannya di bumi, ia
mendahulukan kebua kakinya yang di muka lalu baru yang di belakang.
Peringatan : semua macam Maqlub
yang tersebut dalam pasal ini. Teranggap lemah padfa ghalibnya
.
C. Munkar
Mungkar
artinya: yang di ingkari, yang di tolak atau yang tertolak. Munkar menurut
istilah, ada tiga rupa :
- “satu hadist, diriwayatkan oleh rawi lemah serta
bertentangan dengan riwayat yang lebih ringan lemahnya”
- “satu hadist tunggal yang tidak diketahui
matannya selain dari yang meriwayatkannya, sedang rawi ini jauh dari pada
derajat dla-bith”.
- “satu hadist yang dalam sanadnya ada rawi yang
banyak salahnya, atau lalainya, atau fasiknya.
Contoh 1:
Artinya : dari
Hubaiyid bin Habib-ia ini saudara bagi Hamzah bin Habib az-Zai-yat al-Muqri-
dari Abi Is-haq, dari Aizar bin Huraits, dari Ibnu Abbas, dari Nabi saw. Ia
bersabda : “barang siapa mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, naik haji ke
Baitullah, shaum, dan member makan tamu, niscaya akan masuk surga. (R. Ibnu Abi
Hatim)
Keterangan
Susunan sanadnya, kalau di atur, akan menjadi
begini :
a. Hubai-yib
bin Habib,
b. Abi
Is-haq
c. Aizar
bin Huraits
d. Ibnu
Abbas
e. Nabi
saw.
Sanad ini tidak kuat, karena Hubai-yib bin habib
di lemahkan oleh Abu Zur’ah, dan di tinggalkan oleh Ibnu-Mubarak.
Lain-lain rawi yang lebih kuat dari Hubai-yib
meriwayatkan hadist itu sebagai omongan Ibnu abbas, bukan sebagai sabda Nabi
saw. Inilah yang terkenal antara ulama.
Karena sanad Hadist itu lemah serta bertentangan
dengan yang lebih kuat daripadanya-yaitu yang mengatakan omongan Ibnu Abbas-maka
Hadist yang dicontohkan itu di sebut Munkar
Adapun yang lebih
kuat daripadanya, yaitu anggapan sebagai ucapan Ibnu Abbas-dinamakan Ma’ruf.
Contoh 2:
Artinya :
(berkata Ibnu majah): telah menceritakan kepada kami, Abu Bisyr Bakr bin
Khalaf, telah menceritakan kepada kami, Yahya bin Muhammad bin Qais al-madani,
telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Aisyah, ia
berkata, telah bersabda Rasulullah saw: “makanlah korma muda dengan korma
masak, makanlah (korma) yang lama dengan yang baru, karena syaitan akan marah
dan berkata: “akan tetap hidup manusia hingga ia makan (korma) yang lama dengan
yang baru”. (H.R Ibnu Majah 2:317)
Keterangan:
1.
Yahya bin Muhammad bin Qais yang ada dalam sanad
tersebut di gelar Abu Zukair. Matan Hadist itu tidak diketahui selain dari Abu
Zukair ini, sedang dia jauh dari pada derajat dlabith, karena ada yang mencela
dan ada pula yang memuji dia.
Berkata Abu
Hatim : “hadistnya boleh ditulis”.
Berkata Fallas:
“dia bukan rawi yang ditinggalkan”
Berkata Ibnu Adi
:” kebanyakan Hadistnya lurus”
Berkata Ibnu
Hibban: “dia tidak boleh dijadikan hujjah”.
Ibnu Ma’in
melemahkan dia.
2.
Dari ini, maka Hadist di atas dinamakan Munkar
menurut ta’rif yang ke dua
.
D. Mu’allal
Hadist Mu’allal
di sebut juga Hadist Ma’lul. Ma’lul artinya yang sakit, begitu juga arti bagi
Mu’all, Mu’allal artinya yang di timpa penyakit. Dalam ilmu hadist dikatakan:
“satu hadist yang dzahirnya sah, tetapi sesudah diperiksa, terdapat ada
cacatnya”.
‘illat (cacat
atau penyakit) Hadist Ma’lul itu, ada:
a.
Pada isnad (inilah yang banyak)
b.
Pada matan (ini terdapat seedikit)
Contoh Ma’lul pada sanad :
Artinya: (berkata Turmudzi):
telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur, telah menceritakan kepda
kami, Abdullah bin Numair, telah menceritakan kepada kami Ubaidullah bin Umar,
dari Nafi’, dari Sa’ad bin Abi Hindin, darri Abi Musa al-Asy’ari, bahwa
rasulullah saw. Bersabda: “telah mengharamkan memakai sutera dan emas atas
orang laki-laki dari umatku, dan dihalalkan bagi perempuan-perempuan mereka. (Turnudzi)
Keterangan :
Ishaq,
Abdullah, Ubaidullah, Nafi, Sa’id, dan Abu Musa yang ada dalam sanad hadist
tersebut, semua orang-orang kepercayaan.
Sanadnya antara
satu dengan lain bersambung, yakni Ishaq semasa dengan Abdullah, Abdullah
semasa dengan Ubaidullah, Ubaidullah semasa dengan dengan Nafi’, Nafi’ sezaman
dengan Sa’id dan Sa’id ini sezaman dengan Abu Musa. Abu Musa ini sahabat Nabi
saw.
Jadi zhahirnya
karena rawi-rawinya kepercayaan dan sanadnya bersambung terus kepada Nabi-sanad
Hadist itu di katakan sah.
Tetapi sesudah
di periksa oleh ulama, terdapat, bahwa Sa’id bin Abi Hindin tidak pernah
mendengar Hadist dari Abi Musa. Jadi dikatakan antara Sa’id dan Abi Musa
terputus, yakni ada rawi yang tidak tersebut, inilah penyakit sanad Hadist
tersebut.
Oleh karena itu
pada zhahirnya sah, tetapi sesudah diselidiki terdapat penyakitnya, maka sanad
hadist itu di sebut ma’lul.
Contoh Ma’lul pada matan :
Artinya: diriwayatkan oleh
Syarik, dari Ashim al-Ahwal, dari Sya’bi, dari Ibni Abbas, bahwa Nabi saw.
Pernah berbekam padahal ia shaum dan dalam ihram haji.
Keterangan :
1.
Kalau kita periksa tiap-tiap rawi, dari Syarik
sampai Nabi saw, akan kita dapati bahwa orang-orang perantara itu semua
kepercayaan. Jadi sanadnya sah, karena sanadnya sah, maka matannya juga pada
zhahirnya benar.
2.
Sesudah di periksa, terdapat bahwa matannya
bercacat. Kata Abu Hatim: matan ini, salah. Syarik yang berbuat kekeliruan
padanya, karena beberapa orang lain meriwayatkan juga hadist tersebut, tetapi
mereka tidak menyebutkan perkataan “ia shaum dan dalam ihram haji” hanya mereka
berkata : Nabi telah berekam dan member upah kepada tukang bekam.
Syarik ceritakan
riwayat ini dari hafalannya ketika akhir-akhir umurnya, padahal hafalannya
telah rusak. Oleh karenanya, ia salah tentang ini, demikianlah keterangan imam
Abu Hatim.
3.
Matan riwayat itu pada zhahirnya benar karena
sah sanadnya. Kemudian terdapat kekeliruan, sebagaimana yang di bentangkan oleh
Abu Hatim, yang demikian dinamakan Ma’lul pada matan.
4.
Semua macam Hadist Ma’lul, ghalibnya lemah.
Jalan Untuk mengetahui Hadist
Ma’lul
Tidak mudah
mengetahui ‘illat bagi sesuatu Hadist. Kata Ibnu Hajar: “tidak dapat diketahui
dia melainkan oleh orang yang telah diberi faham yang tajam, hafalan yang luas,
pengetahuan yang sempurna tentang martabat rawi-rawi, dan malakah yang kuat
tentang sanad-sanad dan matan-matan.
Sungguh
demikian, ada juga ulama tunjukkan kepada kita jalannya, yaitu kita kumpulkan
sanad-sanad Hadist yang hendak kita periksa itu dari kitab-kitab Hadist yang
memuatnya, lalu kita periksa serta
perhatikan benar-benar hal keadaan rawi-rawinya dan bahas kedudukan mereka
tentang hafalan dan ketelitian, kemudian kita uji perbedaan antara sebagian
dengan yang lain.
Salah satu dari
hal-hal yang dapat menolong untuk mengetahui’illat Hadist, ialah karena :
1.
Terasingnya si rawi, yakni tidak ada orang
meriwayatkannya selain dia saja.
2.
Riwayat orang lain menetang hadist yang ia
riwayatkan
.
Qadir Hasan. Ilmu Musthalahul Hadist.
CV Penerbit Diponegoro. Bandung. 2002 Hal
Zainul Muttaqin. Taisir Musthalahul
hadist. Titian Illahi press. Yogyakarta. 1997. Hal