Sebelum
kita melangkah jauh lebih kedalam, marilah kita bersama-sama melihat Firman Allah SWT, dalam surah Ar-Ruum Ayat 21:
Artinya: “ dan diantara tanda-tanda (kebesarannya)-Nya
ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa
kasih saying. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir”.
Salah
satu tanda terbesar dan nikmat teragung yang diberikan Allah kepada manusia
adalah diciptakannya kecenderungan dalam diri manusia untuk hidup
berpasang-pasangan. Seorang laki-laki diberikan naluri untuk tertarik kepada
kecantikan dan kelembutan seorang perempuan, begitu juga seorang perempuan
diberikan naluri untuk tertarik kepada kegagahan dan ketegasan seorang
laki-laki.
Ketertarikan
ini memiliki fungsi alami untuk memepertahankan dan mengembangkan kelangsungan
hidup manusia itu sendiri, lebih jauh dari sekedar memenuhi kebutuhan bertahan
hidup, ketertarikan ini menciptakan kenikmatan ketika dijalankan di jalur yang
telah dituntunkan.
Kebersamaan
dan ketertarikan antara laki-laki dan perempuan ini disatukan dalam sebuah
ikatan yang disebut dengan ikatan perkawinan. Dalam hal ini ada beberapa tujuan
dari di syariatkannya perkawinan atas umat Islam. Diantaranya adalah, pertama
untuk mendapatkan keturunan yang sah bagi melanjutkan generasi yang akan
datang, hal ini terlihat dari isyarat
dalam firman Allah swt, dalam surah An- Nisa ayat 1 :
Artinya: “wahai sekalian manusia
bertakwalah kamu kepada Tuhan-mu yang menjadikan kamu dari diri yang satu dari
padanya Allah menjadikan istri-istri dan dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan
yang banyak, laki-laki dan perempuan”
Keinginan
untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau garizah umat manusia bahkan
juga garizah bagi makhluk hidup yang diciptkan Allah swt. Untuk maksud itu
Allah menciptakan bagi manusia nafsu syahwat yang dapat mendorong untuk mencari
pasangan hidupnya untuk menyalurkan nafsu syahwat tersebut. Dan untuk memberi
saluran yang sah dan legal bagi penyaluran nafsu tersebut adalah melalui
lembaga perkawinan. Kedua, untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh
ketenangan hidup dan kasih sayang, hal ini terlihat dari firman Allah dalam
surah Ar ruum ayat 21, yang telah dikutip diatas.
Penyaluran
nafsu syahwat untuk menjamin kelangsungan hidup umat manusia dapat saja
ditempuh melalui jalur luar perkawinan, namun dalam mendapatkan ketenangan
dalam hidup bersama suami isteri itu tidak mungkin didapatkan kecuali melalui
jalur perkawinan.
Adapun
diantara hikmah yang dapat ditemukan dalam perkawinan itu secara garis besarnya
adalah mengahalangi mata dari melihat kepada hal-hal yang tidak diizinkan
syara’ dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. Hal
ini adalah sebagaimana yang dinyatakan sendiri oleh Nabi dalam hadistnya yang
muttafaqun alaih yang berasal dari Abdullah ibn Mas’ud,
”Wahai
para pemuda, siapa di antaramu telah mempunyai kemampuan untuk kawin, maka
kawinlah, karena perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat)
dan lebih menjaga kehormatan. Siapa yang belum mampu hendaklah berpuasa, karena
puasa itu baginya akan mengekang syahwat”.